Jumat, 11 Januari 2019

K3 Pada Bidang Pabrik

  1. Definisi
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, implementasi, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka penanganan risiko yang berkaitan dengan aktivitas kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif. 

B. Tujuan Dan Sasaran K3
Menciptakan suatu sistim keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan menyangkut unsur manajemen, pekerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mengelakkan dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.
Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970

  1. Setiap pekerja berhak mendapat proteksi atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional
  2. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya
  3. Sahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien
  4. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala usaha untuk membina norma-norma proteksi kerja
  5. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.
  1. Rambu – rambu keselamatan kerja
    1. Larangan
Gambar lingkaran dengan diagonal berwarna merah di atas putih. Peringatan tersebut berarti suatu larangan. Contoh: sebatang rokok sedang sudah di bakar dengan warna hitam, berarti larangan merokok.
  1. Perintah
Gambar putih di atas biru mempunyai arti suatu perintah, contoh :
  • Helm Safety
Berkegunaan sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.
  • Safety Belt
Berkegunaan sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun instrumen lain yang sejenis (mobil,pesawat, alat berat, dan lain-lain).
  • Sepatu Karet (sepatu boot)
Berkegunaan sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk memproteksi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
  • Sepatu pelindung (safety shoes)
Seperti sepatu biasa, tapi dari terbuat dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berkegunaan untuk mengelakkan kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertiban benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
  • sarung tangan
Berkegunaan sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan kegunaan masing-masing pekerjaan.
  • Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)

Berkegunaan sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
  • Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Berkegunaan sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
  • Masker (Respirator)
Berkegunaan sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan mutu udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
  • Pelindung wajah (Face Shield)
Berkegunaan sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja ( misal pekerjaan menggerinda ).
  • Jas Hujan (Rain Coat)
Berkegunaan memproteksi dari percikan air saat bekerja ( tanda bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat ).
  1. Peringatan
Tanda peringatan ini berbentuk segitiga dengan warna hitam diatas putih.
  1. Pemberitahuan
Tanda/petunjuk ini berbentuk segi empat dengan gambar sebuah palang tengah-tengah warna putih di atas hijau. Peringatan Ini berarti tempat untuk memberikan pertolongan pada waktu terjadi kecelakaan atau PPPK.

Contoh Kecelakaan kerja
  1. kulit terkena api las karena tidak menggunakan wearpack
  2. tangan terkena pisau pemotong
  3. tertimpa alat kerja atau produk yang dibuat

K3 Pada Bidang Perkapalan

Bekerja di dunia perkapalan atau working at sea mempunyai potensi bahaya yang besar.Ada berbagai macam metode kerja di ketinggian seperti diatas kapal yang sedang berlayar menggunakan perancah, tangga, gondola dan sistem akses tali (Rope Access Systems).Masing masing metode kerja memiliki kelebihan dan kekurangan serta risiko yang berbeda-beda.Oleh karenanya pengurus atau pun manajemen perlu mempertimbangkan pemakaian metode dengan memperhatikan aspek efektifitas dan risiko baik yang bersifat finansial dan non finansial. Aspek risiko akan bahaya keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi perhatian utama semua pihak di tempat kerja. Hal ini selain untuk memberikan jaminan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, juga sangat terkait dengan keselamatan asset produksi.

Perlengkapan dan alat pelindung diri yang harus dipakai dalam bekerjayang disesuaikan dengan lingkungan kerja adalah:
  1. Pakaian kerja yang menyatu dari bagian tangan, pundak, bahu, badansampai ke bagian pinggul, dan kaki. Pakaian jenis ini biasanya disebutwearpack atau overall. Pakaian ini pada bagian kantongnya harusdiberi penutup berupa ritsleting (zip) dan tidak berupa pengancing biasa(button).
  2. Full body harness harus nyaman dipakai dan tidak mengganggu gerakpada saat bekerja, mudah di setel untuk menyesuaikan ukuran.
  3. Sepatu (safety shoes / protective footwear) dengan konstruksi yangkuat dan terdapat pelindung jari kaki dari logam (steel toe cap), nyamandipakai, dan mampu melindungi dari air/basah.
  4. Sarung tangan (gloves), untuk melindungi jari tangan dan kulit daricuaca ekstrim, bahan berbahaya, dan alat bantu yang digunakan.
  5. Kacamata (eye protection), untuk melindungai mata dari debu, partikelberbahaya, sinar matahari/ultraviolet, bahan kimia, material hasilpeledakan dan potensi bahaya lain yang dapat mengakibatkan iritasidan kerusakan pada mata.
  6. Alat pelindung pernafasan (respiratory protective equipment), peralatanini harus dikenakan pada lingkungan kerja yang mempunyai resikokesulitan bernafas disebabkan oleh bahan kimia, debu, atau partikelberbahaya.
  7. Alat pelindung pendengaran (hearing protection), alat ini digunakanketika tingkat bunyi (sound level) sudah di atas nilai ambang batas.
  8. Jaket penyelamat (life jacket) atau pengapung (buoyancy), digunakanpada pekerjaan yang dilakukan di atas permukaan air misalnya padastruktur pengeboran minyak lepas pantai (offshore platform). Peralatanini harus mempunyai disain yang tidak menggangu peralatan akses taliterutama pada saat turun atau naik.
  9. Tali yang digunakan terdiri dari 2 karakteristik yaitu elastisitas kecil(statik) dan tali dengan elastisitas besar (dinamik). Tali yang digunakanuntuk sistem tali harus dipastikan :
1) Tali yang digunakan sebagai tali kerja (working line) dan talipengaman (safety line) harus mempunyai diameter yang sama.
2) Tali dengan elastisitas kecil (tali statis) dan tali daya elastisitasbesar (dinamik) yang digunakan dalam sistem akses tali harusmemenuhi standar.
  1. Pelindung Kepala
1) Pelindung kepala wajib dikenakan dengan benar oleh setiap pekerja yang terlibat dalam pekerjaan di ketinggian, baik yang berada dibagian bawah di ketinggian.
2) Pekerja wajib menggunakan pelindung kepala sesuai standar.
3) Pelindung kepala yang digunakan oleh Teknisi Akses Tali memilikisedikitnya tiga tempat berbeda yang terhubung dengan cangkang helm dan termasuk tali penahan di bagian dagu.
  1. Sabuk pengaman tubuh tubuh (full body harness )Harus dipastikan bahwa sabuk pengaman tubuh (full body harness) yang digunakan pada pekerjaan akses tali telah sesuai dengan standar.
  2. Alat Penjepit Tali (Rope Clamp)Harus dipastikan bahwa alat penjepit tali (rope clamp) yang digunakanpada sistem akses tali sesuai dengan standar.
  3. Alat Penahan Jatuh Bergerak (mobile fall arrester)Harus dipastikan bahwa alat jatuh bergerak (mobile fall arrester) yangdigunakan pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar.
  4. Alat Penurun ( Descender)Harus dipastikan alat penurun yang digunakan pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar.
Perlengkapan dan alat pelindung diri harus dipastikan telah sesuai denganstandar di bawah ini yaitu :
a. Standar Nasional Indonesia.
b. Standar uji laboratorium.
c. Standar uji internasional yang independen, seperti British Standard, American National Standard Institute, atau badan standard ujiinternasional lainnya.
Usia masa pakai peralatan dan alat pelindung diri yang terbuat darikain/textile sintetik adalah sebagai berikut :
  1. tidak pernah digunakan : 10 tahun.
  2. digunakan 2 kali setahun : 7 tahun.
  3. digunakan sekali dalam 1 bulan : 5 tahun.
  4. digunakan dua minggu sekali : 3 tahun.
  5. digunakan setiap minggu sekali : 1 tahun lebih.
  6. digunakan hampir setiap hari : kurang dari 1 tahun.
Contoh kecelakaan Kerja
      1.  Oli pada kapal yang berceceran dapat menyebabkan terpeleset
      2.  Bagian tubuh terluka akibat tidak menggunakan pakaian kerja sesuai standart



Jumat, 19 Oktober 2018

K3 Dalam Bidang Perakitan Kendaraan


BAB I
1.1 Bagian Pekerjaan
a. Dies Manufacturing Department (DMD)
Bagian ini adalah bagian yang memproduksi cetakan-cetakan yang digunakan untuk mencetak komponen mesin seperti kepala silinder, blok silinder dan lain-lain. Bahan yang digunakan untuk membuat cetakan tersebut biasanya menggunakan pasir cetak, yaitu pasir khusus yang digunakan untuk mencetak logam cair menjadi komponen mesin.
b. Die Casting
Die casting adalah bagian yang mencetak komponen mesin, dari bahan yang tadinya berupa campuran logam khusus yang masih berbentuk cair kemudian dimasukkan ke cetakan yang sudah disediakan. Cetakan tersebut dibuat oleh bagian DMD yang dikirimkan ke bagian die casting untuk mencetak komponen mesin. Didalam bagian die casting ini terdapat tempat peleburan dan pencampuran logam khusus sebagai bahan pembuatan komponen mesin. Tak heran jika di bagian ini memiliki temperatur yang cukup panas.
c. Machining
Machining adalah bagian yang bertugas untuk melakukan finishing dari komponen mesin yang sudah dicetak oleh bagian die casting. Finishing yang dimaksud adalah membuat komponen agar memiliki bentuk yang sesuai dengan ketentuannya. Pada bagian ini biasanya menggunakan mesin bubut CNC untuk membentuk komponen. Setelah selesai dibentuk, komponen tersebut dirapikan agar lebih rapi dan presisi menggunakan mesin otomatis atau secara manual menggunakan alat khusus seperti gerinda, kikir atau ampelas. 


d. Painting (Pengecatan)
Seperti namanya, bagian ini bertugas melakukan pengecatan komponen baik itu komponen berupa logam atau plastik. Bagian painting ini terbagi menjadi dua divisi, yaitu Painting Steel  dan Painting Plastik. Painting Steel bertugas untuk mengecat komponen yang memiliki bahan logam seperti komponen mesin, rangka, dan bodi kendaraan. Painting Plastik juga memiliki tugas yang sama namun bedanya komponen yang dicat terbuat dari plastik. Tujuan dari pembagian divisi painting ini adalah karena kedua bahan tersebut yaitu logam dan plastik memiliki perlakuan khusus yang berbeda, baik itu dari cara kerja maupun bahan yang digunakan untuk pengecatan. Jika tidak dibagi menjadi dua divisi maka pasti akan terjadi ketidakteraturan yang dapat berakibat fatal seperti kesalahan proses, kecelakaan kerja bahkan kebakaran. Karena pada bagian painting ini banyak menggunakan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti cat dan thiner sebagai bahan pengencer atau pengemulsi cat agar tidak menggumpal.
e. Plastic Injection
Bagian ini bertugas untuk mencetak komponen yang berbahan plastik. Proses pencetakannya yaitu menggunakan metode injeksi dengan menggunakan alat khusus. Bahan dasarnya yaitu menggunakan bijih plastik yang telah dilebur atau dilelehkan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pencetakan komponen. Setelah komponen selesai dicetak, proses selanjutnya yaitu merapikan sisa-sia proses pencetakan sengan membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan. Setelah itu baru komponen tersebut dibawa ke bagian painting plastic untuk dilakukan pengecatan atau bisa juga langsung dibawa ke bagian assembling untuk dirakit.
f. Welding
Bagian welding merupakan bagian pengelasan yang bertugas untuk membentuk, menyambung atau merakit komponen seperti rangka, bodi atau yang lainnya. Pada bagian ini dibagi menjadi beberapa tugas yaitu seperti membentuk komponen, menyambung komponen dan merapikan komponen yang telah selesai diproses. Ada beberapa teknik pengelasan yang biasanya digunakan pada bagian ini, seperti dengan menggunakan las karbit (Asetilene), las listrik dan las CO. Tujuan dari penggunaan teknik las yang berbeda tersebut adalah menyesuaikan dengan bahan komponen yang akan dilas. Jika bahannya tipis biasanya akan menggunakan las karbit atau las listrik. Karena jika menggunakan las CO, maka akan merusak komponen yang memiliki ketebalan yang tidak sesuai. Selain itu dari tingkat kekuatan sambungan las juga menjadi alasan mengapa adanya perbedaan teknik pengelasan tersebut. Bahan yang lebih tebal pasti memerlukan sambungan las yang kuat, untuk itu digunakanlah teknik las CO.
g. Assembling (Perakitan)
Bagian assembling adalah bagian yang bertugas merakit komponen menjadi sebuah unit. Biasanya ada beberapa bagian assembling yaitu Assembling Unit, Assembling Engine dan Assembling Wheel.
-          Assembling Wheel yaitu bagian yang merakit komponen-komponen roda penggerak pada kendaraan.
-          Assembling Engine yaitu bagian yang merakit komponen-komponen mesin agar menjadi sebuah unit mesin yang nantinya akan dipasang pada kendaraan.
-          Assembling Unit yaitu bagian akhir dari seluruh tahapan assembling atau perakitan yang bertugas merakit seluruh komponen kendaraan mulai dari mesin, rangka, transmisi (pada pabrik mobil), roda, bodi kendaraan dan komponen lainnya.
Dalam proses assembling biasanya dilakukan dengan cara manual atau dengan alat bantu khusus untuk mempercepat proses perakitan. Alat bantu yang digunakan yaitu menggunakan Impact dan Impuls sehingga sangat membantu mempermudah dalam perakitan, selain itu penggunaan alat bantu tersebut dapat mempercepat proses perakitan sehingga waktu yang diperlukan untuk merakit sangatlah singkat dan lebih cepat. Misalnya saja dalam pabrik yang memproduksi sepedamotor, waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit sepedamotor adalah 22 detik saja. Terbayang bukan betapa cepatnya waktu yang diperlukan untuk memproduksi satu unit sepedamotor. Hal ini bisa dilakukan karena ada begitu banyak bagian-bagian yang berperan dalam produksi sepedamotor. Selain itu peranan operator assembling juga tak kalah penting karena harus melakukan pekerjaannya dalam waktu 22 detik untuk setiap sepedamotor. Dalam line produksi assembling, ada banyak sekali operator assembling yang bekerja. Pembagiannya yaitu setiap station kerja diberi jarak sekitar 1-2 meter sepanjang line assembling pada kanan dan kirinya. Jadi memang bukanlah hal yang aneh apabila dalam proses perakitan sepedamotor hanya memerlukan waktu 22 detik untuk membuat satu unit sepedamotor.
h. Bagian Repair (Perbaikan)
Tugas dari bagian ini adalah repairing atau memperbaiki kesalahan dalam proses produksi. Bagian repair ini ada pada setiap bagian produksi baik itu pada bagian machining, casting, welding, painting maupun assembling. 
i. Final Inspection
Final inspection adalah bagian yang bertugas untuk mengecek, mengontrol dan menguji unit baik itu unit mesin atau unit kendaraan yang telah selesai diproduksi. Tujuan dari final inspection ini adalah memastikan setiap komponen terpasang dengan benar tanpa ada kesalahan seperti kerusakan komponen, kerusakan karena proses produksi dan memastikan setiap komponen kendaraan dapat berfungsi dengan benar. Apabila ditemukan adanya kesalahan atau kerusakan pada komponen atau unit kendaraan, maka selanjutnya akan dibawa ke bagian repair untuk dilakukan perbaikan dan penanganan lebih lanjut. 
j. PPIC
Bagian PPIC adalah bgian yang bertugas untuk menyuplai komponen-komponen ke bagian-bagian produksi seperti menyuplai baut, mur dan part-part lain yang dibutuhkan dalam proses produksi. Selain itu bagian PPIC ini juga bertugas untuk membuat planing produksi sehingga setiap bagian produksi dapat mengetahui berapa jumlah yang akan diproduksi dan model apa saja yang akan dikerjakan. 
1.2 SOP
1.    Memakai machinery safe guarding/tutup bagian mesin yang berbahaya
2.    System automatis dan subtitusi alat dengan memakai alat yang lebih aman
3.    Memakai APD seperti apron, helmet, sepatu pelindung,masker, sarung tangan, kaca mata, gloves, pelindung muka, telinga, hidung, dan lain-lain.
4.    Mengaplikasikan perputaran kerja, mengadakan shift kerja.
5.    Memakai alat-alat modern atau alat penggerak automatis untuk mengangkat benda-benda berat supaya pekerja tak mesti mengangkat beban berat.
6.    Penyedian ventilasi/tempat pertukaran hawa yang baik
7.    Memakai exhaust lokal untuk gas-gas berbahaya
8.    Memisahkan alat dengan pekerja dengan jarak tertentu
9.    Penyediaan lampu untuk penerangan/Penyediaan jendela-jendela untuk penyebaran sinar yang rata.
10.Eliminasi kandungan timah pada cat
11.Memberi service kesehatan/kontrol berkala minimum 1-2 kali per tahun
12.Memberi saat istirahat yang cukup untuk pekerja, dan sediakan air minum dan vitamin untuk pekerja.
1.3 K3
1. Aspek Fisik
·       Percikan Api
Dalam sistem soldering dan grinding yang menyebabkan percikan api, yang bisa menyebabkan kulit tersengat.
·         Kebisingan
Bising dalam sistem grinding bisa menyebabkan masalah pada pendengaran (Tuli) jika terpajan kurun waktu yang cukup lama.
·         Desakan Panas
Dalam sebagian sistem perakitan mobil ada dalam ruang yang tertutup dan kadang-kadang membuat ruang jadi panas karena kurangnya perhatian pada ventilasi untuk pertukaran hawa. Efek yang diakibatkan yaitu terganggunya saluran pernafasan, asma, sesak nafas, dan lain-lain.
·         Radiasi Cahaya Ultraviolet
Bisa menyebabkan terganggunya indera pandangan dan bisa menyebabkan kanker kulit.
·         Getaran
Dalam sistem perakitan mobil memakai sebagian alat berat yang bisa menyebabkan getaran yang cukup kuat. Hal semacam ini bisa menyebabkan rusaknya kelenjar testis dan bisa menyebabkan kemandulan.
·         Penerangan
Pada Sistem Painting ada tempat penerangan. Kadang-kadang pada pabrik otomotif penerangan yang dipunyai begitu jelek hingga bisa mengganggu pandangan pekerja hingga menyebabkan kelelahan pada mata dengan menyusutnya daya dan efisiensi kerja.
2. Aspek Kimia
·         Asap Logam
Pada sistem welding bisa mengakibatkan metal fume fever.
·         Debu Las Logam
Mengakibatkan penyakit silikosis dan penyakit ISPA.
·         Inhalasi Gas Pembakaran
Dalam sistem painting Inhalasi Gas Pembakaran mesti di perhatikan karena akan mengakibatkan kerusakan saluran pernafasan pada pekerja, asma, alergi, dan lain-lain.
·         Bahan Kimia
Dalam sistem soldering dan grinding menghasilkan timah yang beresiko pada peredaran darah dan system saraf pusat. Pada bagian spray booth material yang dipakai berbentuk gampang terbakar yang begitu beresiko untuk pekerja. Sistem painting juga keluarkan Limbah Cair yang memiliki kandungan merkuri, krom (Cr), kadmium, Zinc, dan timbal yang bisa mengganggu aliran darah, anemia dan masalah neuromuscular system
·         Ledakan Roda Gerinda
Membahayakan mata dan kulit.
3. Bahaya Mekanik
Bahaya Mekanik yang muncul karena pekerjaan perakitan mobil ini yaitu telapak tangan yang terpotong akibat sistem penggerindaan, kulit teluka akibat kegiatan pengamplasan. Injury pada kepala saat bekerja di bawah mobil pada sistem assembly.
4. Aspek Ergonomik
Pada sistem assembly bahaya ergonomic yang berlangsung yaitu terserang low back pain karena lakukan pekerjaan mengangkat berulang-kali.
5. Aspek Psikologis
Bahaya yang berlangsung pada aspek ini yaitu stress akibat pekerjaan yang sangat monoton terlebih pada pekerja umur muda. Tampak karena mengingkatnya tidak hadir kerja yang dikerjakan beberapa pekerja.
1.4 Sanksi
1. Peringatan Tertulis
Sanksi yang selama ini cukup popular adalah pemberian surat peringatan (SP) kepada karyawan akibat pelanggaran disiplin atau kesalahan ringan yang dilakukan. Pemberian SP ini diatur dalam UU ketenagakerjaan pasal 161.
Tata cara pemberian SP ini diberikan berurutan yaitu masing-masing SP berlaku selama enam bulan. Bila kesalahan masih terjadi, akan ada SP2 dan SP3 atau surat peringatan terakhir, sebelum akhirnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Tetapi perlu juga diketahui bahwa jika pelanggaran yang dilakukan berkategori sangat berat seperti korupsi, maka bisa langsung dikenakan PHK. Kategori pelanggaran yang diberikan SP diatur dalam peraturan internal perusahaan.
2. Mutasi
Mutasi adalah memindahkan seorang karyawan ke jabatan dan tugas yang berbeda dibanding sebelumnya. Mutasi bisa dilakukan dalam perusahaan, atau dikirim ke daerah lain di mana sebuah perusahaan memiliki cabangnya.
Ada mutasi yang bersifat kenaikan pangkat atau promosi, ada juga mutasi yang bersifat punishment atau hukuman seperti tempat baru memiliki gaji yang rendah atau fasilitas yang lebih sedikit. Perusahaan biasanya memberikan sanksi dengan mutasi bila dianggap karyawan yang bersangkutan masih berjasa dan masih bisa menguntungkan perusahaan. Namun penjelasan tentang mutasi yang merupakan bagian dari sanksi tidak dijelaskan dalam peraturan pemerintah.
3. Penurunan Jabatan (Demosi)
Penurunan jabatan atau bahasa kerennya disebut demosi juga sering dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya yang dianggap melanggar kebijakan perusahaan. Biasanya penurunan ini dilakukan setelah perusahaan mengkaji dengan hati-hati dan memiliki bukti kuat bahwa si karyawan memang harus didemosikan. Sayangnya sanksi yang satu ini juga tidak diatur dalam UU ketenagakerjaan, sehingga tata cara dan mekanisme penurunan jabatan hanya diatur dalam peraturan perusahaan.
4. Pencabutan Tunjangan 
Penerapan jenis sanksi ini dilakukan pihak perusahaan apabila karyawan penerima tunjangan menyalahi aturan yang telah ditetapkan bersama. Mekanisme sanksi ini juga diatur dalam peraturan perusahaan. Pencabutan tunjangan berarti seorang karyawan tidak lagi menerima fasilitas penunjang dari perusahaan seperti mobil, rumah, dan sebagainya karena karyawan tidak memenuhi kewajibannya atau melakukan kesalahan dengan mempergunakan wewenangnya.
5. Denda
Model sanksi lainnya adalah membayar sejumlah uang sebagai denda karena si karyawan melakukan kesalahan yang merugikan perusahaan. Denda itu bisa dipotong dari gaji atau si karyawan membayar langsung. 
Sanksi denda ini ternyata menjadi perhatian pemerintah, karena sebelum memberlakukan denda pada pekerja, perusahaan harus memenuhi ketentuan dalam pasal 20 (1) PP No 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah, yaitu denda atas pelanggaran sesuatu dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan.
6. Diberhentikan Secara Tidak Hormat
Dalam UU Ketenagakerjaan sebenarnya tidak ada istilah “PHK dengan tidak hormat”, yang ada hanyalah PHK. PHK biasanya diberikan sebagai sanksi bila pada karyawan yang memiliki kesalahan sangat berat yang bukan hanya merugikan perusahaan secara finansial tetapi juga berhubungan dengan hancurnya kredibilitas dan terbukanya rahasia perusahaan.
Dalam proses PHK karena kesalahan berat, biasanya karyawan akan mengalami skorsing terlebih dulu, untuk mencegah yang bersangkutan mempengaruhi karyawan lain atau merusak alat kerja di kantor. Bila diPHK karena kesalahan berat, maka karyawan akan memperoleh kompensasi atas PHK, yaitu uang penggantian hak sesuai dengan pasal 158 UU Ketenagakerjaan, terdiri dari:
1.         cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
2.        biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
3.        penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
7. Dipaksa Mengundurkan Diri
Sanksi lain yang sering terjadi adalah karyawan dipaksa mengundurkan diri dengan menandatangani surat pengunduran diri. Biasanya perusahaan melakukan hal ini untuk menghindari pembayaran kompensasi PHK dan nama baik si karyawan yang melakukan kesalahan akan terjaga, sehingga bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Sanksi ini bisa disebut sebagai win-win solution antara perusahaan dengan karyawannya.
Pada dasarnya mengundurkan diri secara terpaksa tidak diatur dalam peraturan pemerintah, karena yang ada di UU ketenagakerjaan adalah pengunduran diri berdasarankan keinginan dan kehendak diri sendiri yang harus memenuhi syarat berdasarkan pasal 162 yaitu:
·           Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
·           Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
·           Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
1.5 Kesimpulan

     Dalam proses perakitan kendaraan banyak sekali kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, oleh karena itu dalam proses perakitan kendaran diterapkan K3 yang memiliki SOP antara lain
  1. Memakai machinery safe guarding/tutup bagian mesin yang berbahaya
2.    System automatis dan subtitusi alat dengan memakai alat yang lebih aman
3.    Memakai APD seperti apron, helmet, sepatu pelindung,masker, sarung tangan, kaca mata, gloves, pelindung muka, telinga, hidung, dan lain-lain.
4.    Mengaplikasikan perputaran kerja, mengadakan shift kerja.
5.    Memakai alat-alat modern atau alat penggerak automatis untuk mengangkat benda-benda berat supaya pekerja tak mesti mengangkat beban berat.
6.    Penyedian ventilasi/tempat pertukaran hawa yang baik
7.    Memakai exhaust lokal untuk gas-gas berbahaya
8.    Memisahkan alat dengan pekerja dengan jarak tertentu
9.    Penyediaan lampu untuk penerangan/Penyediaan jendela-jendela untuk penyebaran sinar yang rata.
10.Eliminasi kandungan timah pada cat
11.Memberi service kesehatan/kontrol berkala minimum 1-2 kali per tahun
12.Memberi saat istirahat yang cukup untuk pekerja, dan sediakan air minum dan vitamin untuk pekerja.
     Apabila ada karyawan yang melanggar dapat dikenakan sanksi, mulai dari surat peringata ( SP ) sampai Pemberhentian Hak Kerja ( PHK ) bahkan denda dengan nominal yang cukup besar.
sumber 1
sumber 2
sumber 3